Usaha tani padi dengan sistem SRI (System of Rice Intensification)merupakan usahatani yang dapat menghemat penggunaan input seperti benih, penggunaan air, pupuk kimia dan pestisida kimia melalui pemberdayaan petani dan kearifan lokal. Terdapat beberapa daerah di Indonesia yang telah menerapkan sistem usahatani SRI. Khususnya di daerah Jawa Barat salah satunya adalah Kabupaten Cianjur. Pengembangan pertanian organik khususnya padi yang dikembangkan pula di berbagai daerah kecamatan.
SRI pertama kali dikembangkan pada awal tahun 1980 oleh French priest dan Fr. Henri de Laulanie, S.J di Madagascar. SRI mulai dikenal oleh beberapa negara di dunia termasuk di Indonesia pada tahun 1997 yang diperkenalkan oleh seorang yang ahli yaitu Norman Uphoff (Direktur dari Cornell International Institute for Food, Agricultural and Development) dan pada tahun 1999 dilakukan percobaan SRI untuk pertama kalinya di luar Madagascar.
Pada dasarnya teknologi SRI memperlakukan tanaman padi tidak seperti tanaman air yang membutuhkan air yang cukup banyak, karena jika penggenangan air yang cukup banyak maka akan berdampak tidak baik yaitu akan hancurnya bahkan matinya jaringan kompleks (cortex, xylem dan phloem) pada akar tanaman padi, hal ini akan berpengaruh kepada aktivitas akar dalam mengambil nutrisi di dalam tanah lebih sedikit, sehingga pertumbuhan dan perkembangan tanaman akan terhambat dan mengakibatkan kemampuan kapasitas produksi akan lebih rendah.
Akibat yang ditimbulkan dari penggenangan air tersebut maka budidaya padi SRI dapat diartikan sebagai upaya budidaya tanaman padi yang memperhatikan semua komponen yang ada di ekosistem baik itu tanah, tanaman, mikro organisme, makro organisme, udara, sinar matahari dan air sehingga memberikan produktivitas yang tinggi serta menghindari berbagai pengaruh negatif bagi kehidupan komponen tersebut dan memperkuat dukungan untuk terjadinya aliran energi dan siklus nutrisi secara alami.Dibawah ini kami sampaikan juga panduan elektronik mengenai Budidaya Tanam Padi menggunakan Sistem SRI.
Model Tanam SRI
Benih padi ditanam pada petakan yang di sekelilingnya dibuat parit atau saluran air dengan jarak tanam minimal 27 x 27 cm atau 30 x 30 cm dan 35 x 35 cm, diharapkan kedalaman tanah lapisan olah berkisar antara 25 hingga 30 cm, hal ini dilakukan agar perakaran lebih baik dan pergerakannya dapat maksimal dalam pengambilan nutrisi sedangkan jarak tanam yang lebar dimaksudkan untuk memberi kesempatan pada tanaman terutama pada pembentukan anakan, pertumbuhan akar dan jalannya sinar matahari yang masuk kedalamnya.
Benih padi yang ditanam jumlahnya satu atau satu tunas, hal ini dilakukan dengan alasan agar tumbuh anakan lebih banyak dan tumbuh kuat serta besar, Hal tersebut dapat menjaga kondisi tanah terhindar dari asam (pH rendah) karena tunas yang banyak, sehingga akar pun mendominasi di dalam tanah. Dengan demikian penyerapan nutrisi dari tanah yang mengeluarkan H+ merespon tanah menjadi asam. Benih (tunas) dari persemaian di cabut dan langsung di tanam, waktu yang dibutuhkan dari cabut sampai tanam haruslah tidak lebih dari 15 menit. Hal ini dilakukan untuk menjaga aktivitas proses membangun energi dan penumbuhan nutrisi di dalam tanaman agar tidak terhenti, bulir dalam benih tetap dipertahankan dan kondisi akar pada posisi horizontal sehingga membentuk huruf L. Dengan demikian, diharapkan akar tanaman langsung tumbuh dan nutrisi pada bulir tetap efektif yang digunakan untuk pertumbuhan tanaman tersebut.
Benih ditanam dangkal antara 0,5–1 cm hingga bagian bulir terbenam, hindari kondisi air yang menggenang cukup basah atau lembab. Hal ini dikarenakan ketika tanaman ditanam dangkal, jika air terlalu banyak hingga menggenang maka akan timbul resiko kematian atau busuk akar, jika ditanam terlalu dalam akan terjadi pembusukan akar di ruas pertama. Pembentukan ruas atau buku pada tanaman muda yang ditanam akan menentukan jumlah anakan dan produktivitas tanaman.
Manfaat Metode Tanam SRI
Secara umum manfaat dari budidaya metode SRI adalah sebagai berikut:
Hemat air (tidak digenang), Kebutuhan air hanya 20-30 persen dari kebutuhan air untuk cara konvensional.
memulihkan kesehatan dan kesuburan tanah, serta mewujudkan keseimbangan ekologi tanah.
Membentuk petani mandiri yang mampu meneliti dan menjadi ahli di lahannya sendiri. Tidak tergantung pada pupuk dan pestisida kimia buatan pabrik yang semakin mahal dan terkadang langka.
membuka lapangan kerja di pedesaan, mengurangi pengangguran dan meningkatkan pendapatan keluarga petani.
menghasilkan produksi beras yang sehat rendemen tinggi, serta tidak mengandung residu kimia.
mewariskan tanah yang sehat untuk generasi mendatang.
Kondisi tanah sangat berpengaruh pada pertumbuhan tanaman. Struktur hara tanah yang ideal memungkinkan tanaman tumbuh subur, sehingga akan menghasilkan panen yang optimal. Supaya tanaman tumbuh ideal dibutuhkan keasaman tanah dengan pH antara 5,5 6,5. Lahan sawah yang mempunyai keasaman tinggi hanya menghasilkan panen 2.5-3 ton/Ha. Kondisi ini tanah masam ini masih ditambah kondisi curah hujan yang tidak menentu akibat perubahan iklim. Tentunya ini sangat merugikan petani karena pendapatan yang turun. asem-aseman adalah suatu gejala dimana daun padi yang tadinya hijau menjadi kuning kemerahan diawali dari ujung dan menjalar ke pangkal daun. Tak lama kemudian, daun akan mengering dan pertumbuhannya menjadi kerdil. Ketika tanaman dicabut akarnya tampak berwarna coklat seperti warna besi berkarat, mudah mengelupas dan sebagian membusuk. Penyakit asem-asemen pada padi sawah disebabkan oleh adanya proses perombakan sisa-sisa tanaman padi oleh mikro organisme yang belum selesai pada tanah tersebut. Pada proses tersebut akan menghasilkan panas pada tanah sawah. Selain itu pada proses perombakan tersebut akan menyebabkan menurunnya pH tanah sehingga tanah akan cenderung asam. Kejadian seperti ini banyak dijumpai pada lahan sawah yang kandungan c-organiknya rendah, ditambah dengan kebiasaan petani yang sering menggenangi sawahnya dengan tujuan untuk menekan pertumbuhan gulma terutaman saat tanaman masih di usia muda.
Pada lahan dengan drainase yang buruk (tidak mendapat masukkan dan air sulit dibuang dari petakan), juga dipastikan sangat mudah terserang asem-aseman. Kondisi seperti ini jelas akan mengurangi suplai dan proses pertukaran oksigen di dalam tanah, yang mana fungsinya yang sangat penting bagi perkembangan akar. Konsep Kemasaman Tanah adalah salah satu prinsip dasar kimia tanah yang mengindikasikan reaksi tanah. Pada daerah iklim Tropis Basah, pengasaman tanah adalah proses alamiah (natural). Kemasaman tanah merupakan salah satu masalah utama bagi pertumbuhan tanaman karena pada tanah dengan pH sangat masam, yaitu pH lebih rendah dari 4,5 dalam sistem tanah akan terjadi perubahan kimia sebagai berikut : Aluminium menjadi lebih larut dan beracun untuk tanaman, sebagian besar hara tanaman menjadi kurang tersedia bagi tanaman, sedangkan beberapa hara mikro menjadi lebih larut dan beracun, penurunan hasil tanaman, mempengaruhi fungsi penting biota tanah yang bersimbiosis dengan tanaman seperti fiksasi nitrogen oleh Rhizobium.
Karakteristik tanah masam yang ekstrim menyebabkan pertumbuhan tanaman tidak normal dan merana. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti keracunan unsur tertentu dan tidak tersedianya beberapa unsur hara. Secara umum karakteristik dan sifat-sifat tanah masam dapat dicirikan sebagai berikut ;
Tanah ber-pH kurang dari 6,5
Kapasitas penyangga basa sangat besar
Daya simpan air sangat tinggi
Daya isap air tinggi
Ada keracunan unsur al, mn dan fe pada tanaman
Kandungan N, P, K, Ca, Mo Dan Mg sangat rendah
Pengikatan unsur N dan kegiatan mikroba menurun Mg dan kapur dapat bertukar rendah dapat disertai kekurangan unsur Cu dan S
pH atau tingkat keasaman pada tanah ternyata bisa mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Beberapa pengaruh tersebut antara lain sebagai berikut:
Menentukan mudah atau tidaknya ion- ion unsur hara diserap oleh tanaman.
Menunjukkan keberadaan unsur- unsur yang bersifat racun bagi tanaman.
Menentukan perkembangan mikroorganisme dalam tanah.
Berikut faktor-faktor yang jadi penyebab tanah menjadi lebih asam (pH lebih rendah) yang harus ketahui.
Tata kelola drainase yang buruk sehingga menyebabkan air tergenang secara terus menerus pada lahan.
Tanah kekurangan unsur kalsium (Ca) dan magnesium (Mg).
Kandungan unsur tembaga (Cu), almunium (Al) dan besi (Fe) yang berlebihan pada tanah.
Dekomposisi bahan organik yang mengeluarkan kalsium (Ca) dari dalam tanah.
Tingginya curah hujan yang mengakibatkan tercucinya unsur hara pada tanah.
Apa sebenarnya penyebab gejala asam-asaman pada tanaman padi ini? Sudah barang tentu kondisi pH tanah yang di bawah ambang normal untuk tanaman padi yaitu 5,5 – 6. Namun kondisi ini tidak berdiri sendiri melainkan ada beberapa hal penyebab yang lain :
Terjadinya pada tanaman padi MT-2, dimana masih banyak terdapat sisa-sisa jerami yang ditraktor dan mengalami proses membusukan / dekomposisi anaerobik dalam tanah terutama bagian rhizosfer (sekitar perakaran).
Mikroba-mikroba anaerobik menghasilkan senyawa-senyawa asam, sulfida, pirit dan lain sebagainya sehingga tanah menjadi masam.
Sebagian mikroba anaerobik juga menyereng (mendekomposisi / membusukkan) akar-akar muda tanaman padi. Ditandai warna akar yang menguning kecokelatan seperti besi berkarat, agak licin jika dipegang dan kulit akar mudah mengelupas.
Dampak kerusakan lebih besar pada sawah-sawah yang cara panennya dengan potong malai (tidak dibabat) dan jerami tidak dibawa keluar dari sawah.
Gejala akan semakin parah setelah diberikan pupuk susulan berupa urea.
Tidak ada tenggang waktu cukup lama antara panen MT-1 dengan penanaman MT-2 untuk mengistirahatkan sawah dan membusukkan sisa-sisa jerami hingga tuntas.
Cara mengetahui pH tanah dapat dilakukan dengan berbagai metode, baik secara tradisional (cara sederhana) maupun menggunakan pH meter tanah. Secara tradisonal, pH tanah dapat diketahui dengan memperhatiakn jenis tanaman yang tumbuh secara alami pada tanah tersebut dan menggunakan indikator dari bahan alami, misalnya kunyit. Berikut ini beberapa cara mudah mengetahui tanah asam (pH Tanah), baik secara tradisional maupun menggunakan alat pH Meter.
Cara Mudah Mengetahui pH Tanah Menggunakan Indikator Kunyit
Selain dengan cara memperhatikan tanaman yang tumbuh, cara lain untuk mengetahui keasaman tanah adalah menggunakan kunyit. Rimpang kunyit dapat digunakan sebagai indikator kadar keasaman tanah. Cara mengetahui pH tanah menggunakan kunyit adalah sebagai berikut ;
Sediakan rimpang kunyit seukuran jempol,Potong kunyit tersebut menjadi dua bagian,
Ambil sampel tanah dari 5 titik yang berbeda, yaitu 4 titik pada ujung lahan dan 1 titik di tengah-tengah lahan,
‘Semua sampel tanah dijadikan satu dalam wadah dan dibasahi dengan air secukupnya, kemudian diaduk hingga tercampur rata, Satu bagian kunyit dimasukkan kedalam adonan tanah tersebut dan biarkan selama 30 menit, kemudian angkat,
Selanjutnya bandingkan warna kunyit dengan potongan kunyit yang tidak dimasukkan kewadah berisi adonan tanah,
Jika warna kunyit menjadi pudar maka tanah tersebut dapat dipastikan masam (pH rendah), Jika warna kunyit tetap berarti pH tanah tersebut netral, dan jika warna kunyit berubah menjadi biru berarti tanah tersebut ber pH tinggi atau basa.
Cara Mengukur pH Tanah Menggunakan Kertas Lakmus
Kedua cara diatas memang sudah cukup membantu kita dalam mendeteksi kadar keasaman suatu lahan pertanian, namun kita tidak dapat mengetahui dengan pasti angka pH-nya. Sehingga kita masih mengalami kesulitan dalam perlakuan tanah tersebut. Misalnya ketika kita akan melakukan pengapuran untuk menaikkan pH tanah, kita tidak tahu pasti berapa dosis kapur yang harus diberikan. Untuk itu kita perlu mengukur pH tanah menggunakan suatu alat, salah satunya adalah kertas lakmus. Cara mengukur pH tanah menggunakan kertas lakmus adalah sebagai berikut :
Ambil sampel tanah dari 5 titik yang berbeda, yaitu 4 titik pada ujung lahan dan 1 titik di tengah-tengah lahan.
Semua sampel tanah dijadikan satu dalam wadah dan dibasahi dengan air dengan perbandingan 1:1, kemudian diaduk hingga tercampur rata, Biarkan selama kurang lebih 15-20 menit sehingga tanah mengendap (air dan tanah terpisah).
Celupkan ujung kertas lakmus pada air selama 1 menit dan jangan sampai menyentuh tanah, Segera angkat jika warna kertas lakmus sudah stabil, Cocokkan warna kertas lakmus tersebut dengan bagan warna, Lihat warna tersebut ada pada skala berapa, apakah 0, 1, atau 7
Cara Mengukur pH Tanah Menggunakan pH Meter
Cara yang yang terakhir ini merupakan cara yang paling mudah, praktis dan akurat jika dibandingkan dengan ketiga cara diatas. Dengan menggunakan pH Meter bisa langsung diketahui berapa skala pH tanah tersebut, sehingga mempermudah kita dalam memberikan perlakuan. Cara menggunakan pH meter tanah sangat mudah dan praktis, yaitu cukup dengan menusukkan ujung alat pH meter pada keempat ujung titik lahan dan satu titik ditengah-tengah lahan. Hasil yang diperoleh pada skala pH akan menunjukkan angka yang sudah dirata-ratakan.
Mengukur kadar keasaman tanah menggunakan pH Meter sangat mempermudah kita dalam pemberian dosis kapur pertanian. Karena angka atau skala pH hasil pengukuran dapat diketahui dengan pasti. Secara umum untuk menaikkan 1 tingkat skala pH membutuhkan 2 ton dolomit (kapur pertanian) setiap hektar. Misalnya jika hasil pengukuran menunjukkan angka skala pH 6 maka untuk memperoleh pH 7 dalam satu hektar lahan dibutuhkan 2 ton dolomit. Jika hasil pengukuran menunjukkan angka 4, maka dalam satu hektar dibutuhkan 6 ton dolomit untuk memperoleh pH netral (7.0). Pengukuran pH tanah dan pemberian dolomit atau pengapuran sebaiknya dilakukan saat pengolahan lahan, sehingga ketika benih atau bibit ditanam pH tanah sudah benar-benar stabil.
Mengatasi Keasaman Tanah
Untuk menaikkan PH tanah dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:
Pengapuran
Tujuan pengapuran ini adalah untuk menaikkan PH tanah dalam jangka pendek pengapuran efektif, sementara dalam dalam waktu berjalan tanah akan kembali asam lagi.
Selain itu, pengapuran dapat meningkatkan KTK (kapasitas tukar kation) tetapi sekali lagi, ini dalam waktu yang relatif, karena tanah selelu memiliki system penyangga.
Pengapuran dengan ditambahd olomit (Ca, Mg(Co)2) akan dapat membatu menurunkan kadar logam dalam tanah. Tetapi perlu menjadi perhatian kebanyakan Ca dan Mg dalam tanah juga akan mempengaruh ikeseimbangan hara dalam tenah, sehingga penggunaan dolomite perlu bijaksana.
Pemupukan (penambahan unsur hara)
Karena tanah masam, maka KTK (kapasitas tukar kation) mengakibatkan pupuk yang kita berikan akan hilang begitu saja dan tidak dapat diserap dengan baik. Untuk lebih efektifnya perlu diperhatikan beberapa hal yaitu, waktu pemupukan, penempatan pupuk dan juga dosis yang diberikan.
Waktu pemupukan haruslah dihitung dengan cermat, jangan sampai unsure hara (N,P dan K) hilang terkunci oleh air. Pemupukan sebaiknya diberikan paling tidak dua kali pada masa awal tanam dan 1-2 bulan setelah tanam
Penempatan pupuk juga memiliki peran strategis untuk memperbaiki kondisi tanah. Pemupukan dapat dilakukan dengan cara menyiram di seputaran akar atau dapat juga dilakukan penyemprotan di belakang daun. Pendekatan ini dilakukan supaya penyerapan unsur hara oleh tanaman dapat maskimal.
Herbisida
Tanah yang masam terutama tanah gambut biasanya depenuhi rumput ilalang dan jenis gulma ini merusak keseimbangan hara dalam tanah, sehingga tanaman tidak maksimal.Untuk mengendalikanya dapat menggunakan herbisida.Tentunya penggunaan tetap harus bijaksana, memeperhatikan dosis dan cara aplikasinya.
Peberian Phosphat
Disarankan untuk tanah yang masam menggunakan jenis phosphat yang cukup tinggi.Untuk efektifitas unsur P ini maka disarankan menggukan P yang mudah laru tdalam air. P yang bagus untuk tanah asam adalah P dengan kandungan Ca dan CaO diatas 40% akan efektif di tanah masam. Hindari penggunaan pupuk P dengan kandungan sesqu oiksida tinggi (Al2O3 dan Fe2O3) kerena tidak akan berguna untuk pemupukan di tanah asam.
Pemberian Mikro organisme Pengurai
Dalam tanah gambut terlalu banyak baha organik yang belum terurai secara maksimal, maka diperlukan mikroba tambahan untuk meningkatkan kemampuan tanah dalam mengurainya.Penggunaan bahan aktif pengurai dari pruduk POC