Pilar dan Faktor Ketahanan Pangan

Pilar dan Faktor Ketahanan Pangan

Dalam UU No. 18/2012 tentang Pangan, Ketahanan Pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.

Tiga pilar dalam ketahanan pangan yang terdapat dalam definisi tersebut adalah ketersediaan (availability), keterjangkauan (accessibility) baik secara fisik maupun ekonomi, dan stabilitas (stability) yang harus tersedia dan terjangkau setiap saat dan setiap tempat. Apabila ketiga pilar ketahanan pangan terpenuhi, maka masyarakat atau rumah tangga tersebut mampu memenuhi ketahanan pangannya masing-masing.

Mengacu pada definisi di atas, maka masalah ketahanan pangan dapat terjadi apabila salah satu unsur ketahanan pangan tersebut terganggu. Namun dalam realitanya, pemahaman terhadap ketahanan sering direduksi hanya ditekankan pada unsur penyediaan dan harga saja, atau bahkan ada yang hanya menekankan pada aspek yang lebih sempit yang menyamakan pengertian ketahanan pangan dengan pengertian swasembada.

Ketiga pilar ketahanan pangan tersebut harus dapat terwujud secara bersama-sama dan seimbang. Pilar ketersediaan dapat dipenuhi baik dari hasil produksi dalam negeri maupun dari luar negeri. Pilar keterjangkauan dapat dilihat dari keberadaan pangan yang secara fisik berada di dekat konsumen dengan kemampuan ekonomi konsumen untuk dapat membelinya (memperolehnya). Sedangkan pilar stabilitas dapat dilihat dari kontinyuitas pasokan dan stabilitas harga yang dapat diharapkan rumah tangga setiap saat dan di setiap tempat.

Pangan menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat di sebuah negara. Maka dari itulah, penting bagi negara tersebut untuk menjamin ketahanan pangan. Pada dasarnya ketahanan pangan adalah ketersediaan dan kemampuan seseorang untuk mengakses pangan. Di Indonesia, pengertian ketahanan pangan disebutkan secara terperinci dalam UU No.18 Tahun 2012. Untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional, setidaknya ada lima hal penting dan berpengaruh yang perlu diperhatikan.

  1. Kondisi ekonomi, politik, sosial dan keamanan

Ketahanan pangan dapat tercipta apabila aspek penting dalam suatu negara terpenuhi. Aspek ini ada empat poin yakni kondisi ekonomi, politik, sosial, dan keamanan. Sebab, apabila dari keempat aspek tersebut tidak dapat berjalan dengan baik maka dampaknya dapat meluas ke segi lainnya yang merugikan masyarakat termasuk ketahanan pangan.

2. Sarana dan prasarana

Sarana dan prasarana adalah hal berikutnya yang mempengaruhi ketahanan pangan. Tanpa adanya sarana dan prasarana publik yang baik, proses pendistirbusian komoditas pangan tentu akan mengalami hambatan. Misalnya, di sebuah wilayah yang sulit diakses akan membuat distribusi terganggu dan jika dibiarkan akan menyebabkan krisis pangan. Di sini, akses transportasi memang menjadi hal penting agar semua pendistribusian pangan merata ke semua wilayah. Selain sarana untuk pendistribusian, sarana ini juga penting untuk meningkatkan produktivitas komoditas pertanian. Contohnya saja, mengenai pengadaan pupuk, benih unggul, dan sebagainya.

3. Teknologi yang dikembangkan

Di zaman sekarang sangat mustahil jika tidak menggunakan teknologi dalam segala aspek kehidupan sehari-hari. Termasuk pula dalam meningkatkan ketahanan pangan di tanah air. Penggunaan teknologi dapat digunakan pada saat proses tanam hingga masa panen komoditas pangan. Tidak sampai di situ saja teknologi pertanian juga digunakan dalam hal sistem penyimpanan hasil produksi pangan yang tepat. Tujuannya adalah agar tanaman dan komoditas pangan aman selama proses pendistribusian dan digunakan oleh masyarakat. Teknologi dalam rekayasa pangan juga diperlukan dalam hal ini untuk mengembangkan varietas unggul dalam pengadaan komoditas pangan.

4. Pengadaan lahan yang tepat

Jumlah lahan juga menjadi faktor utama dalam menjaga ketahanan pangan. Jumlah lahan yang memadai dapat memungkinkan produktivitas komoditas pangan tercukupi. Sebaliknya, jika lahan ini semakin menurun maka stabilitas pangan juga dapat terganggu. Inilah yang menjadi masalah di Indonesia saat ini. Sehingga, pemerintah harus memiliki strategi baru untuk menyediakan lahan untuk pertanian. Salah satunya dapat dilakukan dengan pemanfaatan lahan rawa melalui program Selamatkan Rawa Sejahterakan Petani (Serasi). Apabila dilakukan dengan maksimal, maka jumlah produksi padi dengan memanfaatkan lahan rawa dapat mencapai sembilan kali lipat dari sebelumnya dan ini akan membuat ketahanan pangan Indonesia menjadi kokoh.

5. Iklim dan cuaca

Selain keempat faktor di atas, hal utama dalam mempengaruhi ketahanan pangan di Indonesia adalah mengenai iklim dan cuaca. Sederhananya, apabila cuaca dan iklim dalam keadaan baik maka petani bisa menghasilkan produktivitas pertanian lebih dan persediaan pangan yang memadai. Namun, sebaliknya ketika cuaca dan iklim dalam keadaan buruk tentu hal ini akan merugikan petani dan mengganggu stabilitas ketahanan pangan. Contohnya, ketika memasuki musim kemarau berkepanjangan ini bisa dapat mengarah pada kekeringan dan potensi gagal panen lebih tinggi.

Setidaknya itulah kelima faktor utama yang dapat mempengaruhi ketahanan pangan nasional di tanah air. Dari hal di atas bisa disimpulkan bahwa dalam menjaga ketahanan pangan yang stabil diperlukan peran aktif semua pihak. Tidak hanya pemerintah saja tetapi juga para stakeholder lainnya dan dukungan penuh dari masyarakat.

Pembenahan Tanah

Pembenahan Tanah

Bahan pembenah tanah dikenal juga sebagai soil conditioner. Di kalangan ahli tanah diartikan sebagai bahan-bahan sintetis atau alami, organik atau mineral, berbentuk padat maupun cair yang mampu memperbaiki struktur tanah, dapat merubah kapasitas tanah menahan dan melalukan air, serta dapat memperbaiki kemampuan tanah dalam memegang hara, sehingga air dan hara tidak mudah hilang, namun tanaman masih mampu memanfaatkan air dan hara tersebut.

Konsep utama dari penggunaan pembenah tanah adalah:

  1. Memantapan agregat tanah untuk mencegah erosi dan pencemaran,
  2. Merubah sifat hidrophobik dan hidrofilik, sehingga dapat merubah kapasitas tanah menahan air,dan
  3. Meningkatkan kemampuan tanah dalam memegang hara dengan cara meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) (Arsyad 2000).

Klasifikasi Pembenah Tanah

Secara garis besar, bahan pembenah tanah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu alami dan sintetis (buatan). Berdasarkan senyawa pembentuknya dapat dibedakan dalam tiga kategori yakni;

  1. pembenah tanah organik,
  2. pembenah tanah hayati, dan
  3. pembenah tanah anorganik (mineral)

Pembenah tanah alami adalah pembenah tanah yang dibuat dengan menggunakan bahan-bahan yang berasal dari alam, baik bersifat organik, hayati, maupun anorganik. Struktur senyawa bahan dasarnya belum mengalami perubahan. Sedangkan pembenah tanah sintetis adalah pembenah tanah yang dibuat oleh pabrik, baik dari bahan dasar alami yang bersifat organik maupun anorganik, tetapi sudah mengalami perubahan baik secara fisik maupun struktur senyawanya, sehingga sulit dibedakan dengan bahan aslinya.

Pembenah Tanah Organik Alami

Pembenah tanah organik yang digolongkan sebagai pembenah tanah organik alami diantaranya adalah

  1. Pupuk kandang
  2. Biomassa tanaman seperti pangkasan legum (Flemingia, lamtoro, kaliandra),
  3. Sisa panen (jerami, brangkasan jagung)
  4. Pemberian Biochar atau arang
  5. Aplikasi Micro organime yang menguntungkan
  6. Aplikasi Agen Hayati (Gliocladium sp, Trichoderma sp, Beauveria Basssiana, Metarhizium Sp, dan lainya.

Pada umumnya pembenah tanah organik alami seperti pupuk kandang dan biomassa tanaman sudah banyak digunakan oleh petani, namun seringkali dibutuhkan jumlah yang sangat banyak dalam aplikasinya. Efektivitas pupuk kandang dan biomassa tanaman dalam memperbaiki sifat tanah cukup tinggi bila diberikan dengan dosis yang tinggi, misalnya sekitar 15-20 t ha untuk pukan dan 20-25 t ha.

Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pembenah tanah organik alami mampu memperbaiki sifat kimia dan fisik tanah. Pemberian biomassa tanaman mampu mempertahankan kadar bahan organik tanah dan KTK tanah, serta meningkatkan pH dan P, sedangkan pemberian jerami padi mampu meningkatkan kadar N tanah, penambahan tanaman kacang-kacangan dan alang-alang mampu meningkatkan Ca, Mg, K dan Na serta menurunkan Al dan Fe.

1. Biochar Sebagai Pembenah tanah

Biochar atau arang merupakan pembenah tanah alami berbahan baku hasil pembakaran tidak sempurna (pirolisis) dari residu atau limbah pertanian yang sulit didekomposisi, seperti kayu-kayuan, kakao, dan lain-lain. Pembakaran tidak sempurna dilakukan dengan menggunakan alat pembakaran atau pirolisator suhu sekitar 250 0 – 350 0 C, selama 2-3,5 jam, sehingga diperoleh arang yang mengandung karbon tinggi dan dapat diaplikasikan sebagai pembenah tanah

Pemilihan bahan baku pembenah tanah dari bahan yang sulit didekomposisi agar bisa bertahan lama di dalam tanah. Di Indonesia potensi penggunaan biochar cukup besar, mengingat bahan baku seperti residu kayu, tempurung kelapa, dan sekam padi cukup tersedia, pada setiap proses penggilingan gabah akan menghasilkan 16,3 – 28% sekam. Sumber bahan baku biochar terbaik adalah limbah organik khususnya limbah pertanian

Pembuatan biochar melalui pembuatan tidak sempurna (pirolisis):

Pembuatan arang / biochar dapat dilakukan dengan menggunakan dua model pirolisator sederhana yaitu:

  1. berbentuk vertikal, terbuat dari drum yang diberi lubang – lubang untuk mengatur panas dan pembakaran, dilengkapi dengan pengontrol suhu (termometer) dan tekanan udara. Alat ini lebih mudah dan mudah dibuat namun dengan kapasitas yang sangat terbatas, dan
  2. berbentuk horizontal, alat ini lebih mudah digunakan, kapasitas lebih besar, namun untuk pembuatannya membutuhkan biaya lebih besar.

Proses pembuatan biochar / arang dimulai dengan memasukkan limbah pertanian (sekam padi, kulit buah kakao dll) ke dalam pirolisator yang terlebih dahulu dipasang rongga-rongga yang dimasukkan kayu bakar atau bahan lainnya, lalu dibakar untuk membara.

Rongga-rongga yang dibuat agar proses konstruksi dapat diselesaikan. Suhu dikontrol melalui termometer yang dipasang dibagian ujung dan tengah alat. Kapan suhu telah mencapai lebih dari 200 0C, pirolisator ditutup. Jika secepatnya mulai keluar dari cerobong, artinya perlu sudah berjalan dengan baik. Setelah 2-3,5 jam dan sudah tidak perlu lagi mengeluarkan segera, arang dikeluarkan dan langsung disemprot agar   udara   tidak   menjadi   abu   atau   tidak   dilakukan   pembakaran sempurna. Selanjutnya arang dijemur, digiling, dan siap untuk diaplikasikan ke lahan pertanian.

Manfaat penggunaan biochar di lahan kering antara lain:

  1. Meningkatkan pH tanah dan KTK tanah
  2. Meningkatkan kemampuan tanah merentensi udara dan hara
  3. Meningkatkan kandungan C-total tanah (karbonsink)

Dibandingkan dengan bahan pembenah tanah yang lain, biochar memiliki keunggulan-keunggulan antara lain:

  1. Dapat mengurangi laju emisi CO 2
  2. Bentuknya yang stabil (sulit didekomposisi) di dalam tanah, biochar mampu bertahan di dalam tanah untuk waktu yang lama (> 400 tahun) dan bekerja sebagai konservasi karbon.
  3. Dapat membentuk habitat yang baik untuk mikroorganisme.

Cara Penggunaan biochar:

  1. Penggunaan di lapangan: dapat diberikan dengan cara disebar secara lengkap atau pada larikan (jalur tanaman). Bila diberikan dengan cara disebar, maka biochar dibenamkan bersamaan dengan persiapan tanah terakhir. Bila diberikan pada larikan / jalur tanaman, biochar ditutup dengan tanah sebelum dilakukan penanaman.
  2. Dosis penggunaan per musim pada tanah:
    1. Terdegradasi ringan (bahan organik tanah 2- 2,5%): 1 ton / ha
    2. Terdegradasi sedang (bahan organik tanah 1,5-2%): 1,5-2,5 ton / ha
    3. Terdegradasi berat (bahan organik tanah <1%): 2,5 ton / ha

Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian Balai Penelitian Tanah (Kelompok Peneliti Fisika dan Konservasi Tanah)

(Sumber Balai Penelitian Tanah. BALIBANGTAN- Kementrian Tanah, dan referensi lain)

Mikro Organisme Lokal (MOL) Dari Limbah Buah – Buahan

Mikro Organisme Lokal (MOL) Dari Limbah Buah – Buahan

MOL (Mikro Organisme Lokal) adalah sekumpulan mikroorganisme yang bermanfaat sebagai starter dalam penguraian, fermentasi  bahan organik menjadi pupuk organik padat maupun cair. Bahan dasar MOL berasal dari berbagai sumber yang mengandung unsur hara mikro, makro, bakteri perombak bahan organik, perangsang pertumbuhan dan agen pengendali hama/penyakit tanaman. Oleh karena itu, MOL dapat dimanfaatkan sebagai Pupuk organik cair, Dekomposer atau biang pembuatan kompos, Pestisida nabati.

Mol buah adalah mol yang terbuat dari sisa-sisa atau limbah buah-buahan. Buah-buahan yang bisa digunakan seperti nangka, nanas, pisang, peer, apel, papaya, pisang dan lain-lain.  Fungsi dari MOL buah ini sendiri adalah sebagai perangsang pembentukan bunga dan buah (perkembangan generatif)  dan menghambat pertumbuhan tunas dan anakan (perkembangan vegetatif). Menurut Ali (2016), mikroorganisme yang terdapat dalam buah-buahan mempunyai fungsi sebagai decomposer.

Alat pembuatan MOL buah

  1. Galon bekas 
  2. Ember 
  3. Selang aerator 
  4. Botol bekas
  5. Plastisin 

Bahan pembuatan MOL buah

  1. limbah buah-buahan (pepaya, pisang, apel dll)
  2. gula merah atau tetes tebu
  3. air kelapa

Cara membuat MOL buah

  1. Limbah buah-buahan dicincang atau diblender
  2. Larutkan gula merah atau tetes tebu dengan air kelapa
  3. Campurkan semua bahan kedalam ember
  4. Masukkan campuran ke dalam galon bekas 
  5. Lubangi tutup gallon dan sambungkan dengan botol yang terisi air dengan selang aerator, rapatkan tutup gallon dengan plastisin untuk menghindari udara masuk
  6. Fermentasikan selama 2 minggu

Cara penggunaan

  1. Untuk perangsang buah : 150 ml MOL dicampur dengan air bersih 14 lt lalu semprotkan saat tanaman mulai berbunga.
  2. Untuk pembuatan kompos : campurkan 1 lt MOL dengan 5 lt air, tambahkan gula merah 1 ons lalu aduk sampai larut lalu semprotkan pada kompos.

Keunggulan Utama Penggunaan Mol :

  1. Pembuatan MOL sederhana dan mudah dengan waktu yang relatif singkat.
  2. Biaya pembuatan murah, karena menggunakan bahan-bahan yang kurang dimanfaatkan dan tersedia di sekitar.
  3. Pupuk organik yang dihasilkan mengandung unsur kompleks baik makro maupun mikro serta mengandung mikroba yang bermanfaat.
  4. Ramah lingkungan karena tidak meninggalkan residu.
  5. Biota tanah terlindungi sehingga dapat memperbaiki/mempertahankan kualitas tanah.
  6. Meningkatkan kuantitas dan kualitas produk hasil tanaman.

MOL Bonggol Pisang

MOL Bonggol Pisang

Pohon pisang oleh sebagian besar masyarakat yang dimanfaatkan hanyalah buahnya, sehingga bagian yang lainnya tidak termanfaatkan dan dibuang begitu saja menjadi limbah. Namun, bagian tanaman pisang mulai dari akar sampai daun sebenarnya memiliki banyak manfaat, contohnya adalah bonggol pisang. Bonggol pisang pada dasarnya mengandung mikroba yang bagus untuk mengurai bahan organik. Di samping itu juga dapat berfungsi sebagai tambahan nutrisi bagi tanaman, yang dikembangkan dari mikroorganisme yang berada di tempat tersebut (Panudju, 2011). Mikrobia pengurai terletak pada bonggol pisang tersebar baik bagian dalam maupun bagian luar dari bonggol pisang (Suhastyo, 2011). Maka dari itu, bonggol pisang dapat dimanfaatkan sebagai Mikroorganisme lokal (MOL) bonggol pisang. 

Jenis mikrobia yang telah diidentifikasi pada MOL bonggol pisang antara lain Bacillus sp., Aeromonas sp., dan Aspergillus nigger yang berfungsi untuk membantu dan memaksimalkan penguaraian bahan organik (Suhastyo, 2011). Mikrobia pada MOL bonggol pisang akan bertindak sebagai dekomposer bahan organik yang akan dikomposkan. Menurut Wulandari dkk. (2009) bonggol pisang mengandung karbohidrat 66,2%. Kandungan korbohidrat yang tinggi tersebut akan membantu perkembangan mikroorganisme yang baik bagi tanah. Adapun bahan yang digunakan untuk membuat MOL bonggol pisang sebagai berikut:

  1. Bonggol pisang dari tanaman sehat yang dicacah sebanyak 50 kg
  2. Air cucian beras sebanyak 100 liter
  3. Molases sebanyak 5 liter

MOL bonggol pisang siap aplikasi setelah minimal 14 hari fermentasi menggunakan instalasi aerator. MOL bonggol pisang memiliki peranan dalam masa pertumbuhan vegetatif tanaman dan tanaman toleran terhadap penyakit. Kadar asam fenolat yang tinggi membantu pengikatan ion-ion Al, Fe dan Ca sehingga membantu ketersediaan P tanah yang berguna pada proses pembungaan dan pembentukan buah (Setianingsih, 2009). Dengan menggunakan bahan yang tersedia di lingkungan sekitar, MOL bonggol pisang sangatlah murah  dengan estimasi pengeluaran biaya bahan hanya untuk molases yaitu Rp. 8.000/liter, sehingga menghemat biaya produksi. Hasil MOL bonggol pisang dalam 1 musim tanam komoditas padi hanya membutuhkan 4-6 liter/Ha. Selain itu, dengan memanfaatkan MOL bonggol pisang akan menciptakan pertanian yang ramah lingkungan sehingga produk yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik terutama jika dikonsumsi aman untuk kesehatan. 

Daftar Pustaka 

Setyaningsih, R. 2009. Kajian Pemanfaatan Pupuk Organik Cair Mikroorganisme Lokal (Mol) Dalam Priming, Umur Bibit Dan Peningkatan Daya Hasil Tanaman Padi (Oryza Sativa L.) (Uji Coba Penerapan System Of Rice Intensification”. Tesis. Jurusan Biologi UNS

Suhastyo, A. A. 2011. Studi Mikrobiologi dan Sifat Kimia Mikroorganisme Lokal yang digunakan pada Budidaya Padi Metode SRI (System of Rice Intensification). Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 69 hal.

Wulandari D.,D.N. Fatmawati, E.N. Qolbaini, K.E. Mumpuni, & S. Praptinasari. 2009. Penerapan MOL (mikroorganisme Lokal) Bonggol Pisang sebagai Biostarter Pembuatan Kompos. PKM-P. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Pemanfaatan Urine Sapi Sebagai POC (Pupuk Organik Cair)

Pemanfaatan Urine Sapi Sebagai POC (Pupuk Organik Cair)

Penggunaan pupuk di dunia terus meningkat sesuai dengan pertambahan luas areal pertanian, pertambahan penduduk, kenaikan tingkat intensifikasi serta makin beragamnya penggunaan pupuk sebagai usaha peningkatan hasil pertanian. Para ahli lingkungan hidup khawatir dengan pemakaian pupuk kimia akan menambah tingkat polusi tanah akhirnya berpengaruh terhadap kesehatan manusia. Penggunaan pupuk kimia secara berkelanjutan menyebabkan pengerasan tanah. Kerasnya tanah disebabkan oleh penumpukan sisa atau residu pupuk kimia, yang berakibat tanah sulit terurai. Sifat bahan kimia adalah relatif lebih sulit terurai atau hancur dibandingkan dengan bahan organik. 

Salah satu cara yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan di atas adalah dengan memanfaaatkan limbah peternakan menjadi pupuk organik, untuk mencegah semakin merosotnya kesuburan tanah. Pupuk organik padat lebih banyak dimanfaatkan pada usahatani, sedangkan limbah cair (urine) masih belum banyak dimanfaatkan. Urine sapi dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik cair sehingga dapat menjadi produk pertanian yang lebih bermanfaat yang biasa disebut dengan biourine. Penggunaan mikroorganisme pada pembuatan pupuk organik cair biasanya menggunakan dekomposer yang dapat diperoleh di toko sarana pertanian

Daur ulang limbah ternak berperan dalam mencegah terjadinya pencemaran lingkungan, dan secara bersamaan juga meningkatkan produksi tanaman. Suatu hal yang cukup nyata bahwa limbah ternak yang cukup banyak dapat diubah menjadi pupuk organik yang bermanfaat untuk pertanian yang dapat memberikan unsur hara dalam tanah.

Urine sapi mengandung zat perangsang tumbuh yang dapat digunakan sebagai pengatur tumbuh. Lebih lanjut dijelaskan bahwa urine sapi juga memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman. Karena baunya yang khas, urine sapi juga dapat mencegah datangnya berbagai hama tanaman, sehingga urine sapi juga dapat berfungsi sebagai pengendalian hama tanaman 

Urine sapi dapat diolah menjadi pupuk organik cair setelah diramu dengan campuran tertentu. Bahan baku urine yang digunakan merupakan limbah dari peternakan yang selama ini juga sebagai bahan buangan. Pemanfaatan pupuk organic Urine Sapi banyak sekali manfaatnya yaitu membantu memperbaiki struktur tanah, meningkatkan permeabilitas tanah, dan ketergantungan lahan pada pupuk anorganik, selain itu, pupuk organic juga berperan sebagai dimetabolisme di dalam sel-sel tubuh

Sistem pemanfaatan limbah ternak sebagai pupuk organik pada tanaman pertanian semakin lama semakin berkembang. Dalam upaya mengatasi masalah pencemaran lingkungan dan lahan pertanian tersebut, maka sistem budidaya tanaman pertanian dengan limbah ternak terutama urine sapi kini juga mulai digalakkan.

Pembuatan Pupuk Organik Cair dari Urin Sapi

Peralatan

  1. Drum/Jerigen 
  2. Aerator 
  3. Selang 
  4. Kapas 
  5. Ember 
  6. Lumpang
  7. Alu 
  8. Botol bekas dan Plastikcin 

Bahan-Bahan 

  1. Urin Sapi 100 Liter 
  2. Tetes Tebu 5 Liter 
  3. Susu Segar/Kaleng 5 Liter 
  4. Terasi 1 Kg 
  5. Kunir 2 Kg
  6. Jahe 2 Kg
  7. Laos 2 Kg 
  8. Kencur 2 Kg 
  9. Temuireng 2 Kg 
  10. Dekomposer 1 Liter 
  11. PK 2 Gram

Cara Pembuatan 

  • Bahan No 5-9 ditumbuk atau diselep 
  • Semua bahan No 1-10 dicampur dalam drum 
  • Alat (Aerator), PK, Kapas dipasang sesuai urutan aliran
  • Fermentasi selama 21 hari  

Cara aplikasi 

  1. Tanaman umur 14 hst, 28 hst, 42 hst, 60 hst.
  2. 1 gelas mineral Ferinsa Plus dalam 1 (satu ) tangka 10 Liter 
  3. Volume semprot mengabut 1 Ha dengan 400 Liter air atau 28 – 29 tangki iai 14 Liter 
  4. Kebutuhan ferinsa plus untuk 1 Ha sekali semprot adalah 40 gelas air mineral atau sekitar 
Penanganan Pasca Panen Buah Pisang

Penanganan Pasca Panen Buah Pisang

Buah pisang banyak dijumpai di pasar modern, supermarket maupun pasar tradisional. Namun sering dijumpai buah pisang secara visual tidak menarik, seperti kulit yang kehitaman, terdapat bintik-bintik kecoklatan dan tergores. Hal ini disebabkan buah pisang termasuk bahan pangan yang mudah rusak akibat masih berlangsungnya proses respirasi walaupun buah tersebut sudah dipanen.

Kondisi demikian menyebabkan nilai jual pisang jatuh dan berimbas pada rendahnya pendapatan petani. Untuk itu, diperlukan upaya untuk meningkatkan dan menjaga mutu pisang on farm sampai off farm. Salah satunya dengan penanganan pasca panen yang baik, seperti yang diamanatkan dalam Permentan No. 44 Tahun 2009 tentang Pedoman Penanganan Pasca Panen Hasil Pertanian Asal Tanaman Yang Baik ( Good Hadling Practices – GHP). Tujuan penerapan GHP adalah agar buah dapat dipertahankan mutu, daya simpan dan menekan kehilangan hasil sehingga dapat meningkatkan daya saing pisang, terutama untuk pisang bertujuan ekspor. Penanganan pasca panen yang baik akan membantu mengurangi kehilangan hasil, yang pada gilirannya dapat membantu keberhasilan agribisnis buah-buahan.

  1. Pengumpulan

Pisang yang telah dipanen dikumpulkan pada tempat yang terlindung dari sinar matahari langsung, bisa menggunakan daun pisang untuk alas agar buah pisang tidak luka dan tidak terkena sinar matahari. Sebelum dilakukan sortasi, tandan buah disisir dengan menggunakan pisau yang tajam.

  1. Sortasi dan pengkelasan (Grading)

Buah yang sudah disisir,  diseleksi dengan memisahkan buah yang tidak memenuhi syarat untuk dipasarkan, seperti buah yang rusak, terserang hama dan penyakit, busuk, buah yang tidak normal bentuk, ukuran dan tingkat ketuaannya (terlalu muda/ terlalu tua). Pengkelasan dilakukan sesuai dengan permintaan pasar.  Umumnya persyaratan mutu buah pisang yang akan diekspor adalah seragam baik tingkat ketuaan, ukuran maupun kultivarnya. Buah mempunyai bentuk bagus, ukuran dan jumlah buah/sisir tertentu, tangkai buah pada sisiran kuat, bersih, bebas dari kotoran, serangan jamur, bakteri dan serangga, bebas kerusakan (perubahan warna, cacat, memar, busuk, dll).

        3. Pemeraman

Buah pisang tergolong buah yang klimaterik artinya buah yang kurang tua saat panen, menjadi matang selama penyimpanan, hanya saja mutunya kurang baik, rasanya kurang enak dan aromanya kurang kuat. Buah yang cukup tingkat ketuaannya akan menjadi matang dalam 4-5 hari setelah dipanen tanpa perlakuan pemeraman, namun kematangan tidak seragam dan warnanya kurang menarik. Beberapa cara pemeraman yang dilakukan untuk mendapatkan pematangan buah serempak antara lain:

(a). Pemeraman tradisional

buah pisang diperam di dalam tempayan dari tanah liat diikuti dengan pengasapan secukupnya agar udara dalam tempayan menjadi panas karena panas menyebabkan buah menjadi cepat matang. Lama pemeraman antara 2-3 hari.

b). Pemeraman dengan pengemposan,

Cara ini sering  dilakukan oleh pedagang pengumpul di sentra produksi pisang. Buah pisang yang akan diempos dalam bentuk tandan, dimasukkan ke dalam lubang  dalam tanah. Untuk seratus tandan pisang ukuran lubang 2 x 3 x 3 m2, lubang ditutup dengan papan dan ditimbun dengan tanah, penutupan disisakan untuk tempat masuknya pisang. Pada ujung lubang diberi bumbung bambu untuk tempat masuknya asap. Daun kelapa dibakar, asapnya dimasukkan ke dalam bumbung bambu dengan cara dikipas. Pengasapan dilakukan 2 kali setiap 12 jam sekali, setelah pengasapan buah dibiarkan di dalam lubang selama 24 jam. Setelah 24 jam buah diangkat dari dalam lubang, diangin-anginkan, kemudian dibungkus daun pisang kering dan siap diangkut ke daerah pemasarannya.

c). Pemeraman dengan Karbit,

Karbit (CaC2) adalah bahan penghasil gas karbit yang dapat memacu kematangan buah. Pemeraman dengan karbit dilakukan di pohon atau sesudah dipanen. Bila buah masih dipohon, segumpal karbit (10 gr) diletakkan diantara sisir pisang dibagian tengah. Tandan pisang kemudian dibungkus dengan plastik atau karung dan diikat di bagian atasnya. Untuk buah yang diperam setelah panen, caranya karbit dibungkus kertas, setiap 1 ton buah pisang dipergunakan karbit sebanyak 1 kg, buah pisang kemudian ditutup dengan plastik dan dibiarkan selama 2 hari, kemudian tutup dibuka dan buah diangin-anginkan. Dalam 2-3 hari buah akan menjadi matang secara serempak.

d). Pemeraman dengan daun gamal

     buah pisang diperam disusun dalam keranjang yang diberi alas koran. Bagian atasnya diberi daun gamal kurang lebih 20% dari berat pisang yang diperam, dalam 3-4 hari buah pisang akan menjadi masak. Selain daun gamal dapat pula dipergunakan daun mindi (Melna Zedarch) atau daun picung (Pangum edule).

4. Pengemasan

Tujuan pengemasan untuk melindungi buah dari kerusakan mekanis (luka, tertusuk dan memar) juga memudahkan penanganan selama pengangkutan untuk distribusi dan pemasaran. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengangkutan:

  • Kemasan jarak dekat menggunakan keranjang bambu dengan kapasitas 3-4 sisir, namun ada yang menggunakan peti kayu berisi 150 pisang gandeng (per 2 buah).
  • Kemasan untuk pemasaran dalam negeri dianjurkan buah berupa sisiran dengan menggunakan peti kayu ukuran 19 cm x 33 cm x 23 cm dengan menggunakan lapisan lembaran plastik berlubang dan bantalan kertas potongan.
  • Kemasan untuk ekspor /Jarak jauh
  • Gunakan karton berventilasi dan lapisan plastik.
  • Setelah buah dipetik harus dicuci dan dicelupkan ke dalam larutan fungisida,
  • Beri perlakuan untuk mempertahankan kesegarannya. Kemasan yang digunakan mempunyai kapasitas 18,14 kg dan 12 kg
  • Karton bagian dalam  dilapisi lilin dan untuk menghambat pematangan diberikan KmnO4 sebanyak 0,1 ml/sisir.
  • Lakukan pencegahan penyakit antraknos, dengan pencelupan ke dalam air panas suhu 55 0C selama 2 menit atau untuk pencegahan bisa menggunakan benomil 500 ppm.

  1. Penyimpanan

Bertujuan untuk menghambat proses enzimatis, dengan meniadakan terjadinya respirasi dan transpirasi. Beberapa cara penyimpanan diantaranya :

  1. Penyimpanan dengan pelapisan lilin, yaitu penyimpanan buah dengan mencelupkan ke dalam emulsi lilin yang dikombinasikan dengan pestisida. Cara ini pisang dapat tahan disimpan selama 13 hari;

(b). Penyimpanan dengan suhu rendah, suhu 10 C dan kelembaban 85-90%. Buah yang disimpan masih berwarna hijau akan bertahan selama 5 minggu dan buah yang sudah masak mempunyai daya simpan 11 hari;

c). Penyimpanan dengan menggunakan KmnO4 yaitu dengan tujuan untuk menyerap etilen yang dihasilkan oleh buah, tahan disimpan selama 3 minggu pada suhu ruang.

Source: Diseminasi Teknologi, Cybex Pertanian