Ngawi, 22 Mei 2025 – Kementerian Koordinator Bidang Pangan melalui Deputi Bidang Koordinasi Usaha Pangan dan Pertanian menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) untuk membahas usulan alih fungsi lahan pertanian seluas 1.244 hektar di Kabupaten Ngawi. Rakor ini berlangsung di Mal Pelayanan Publik Kabupaten Ngawi dan turut diikuti secara daring melalui platform Zoom.

Rapat tersebut dihadiri oleh sejumlah perwakilan dari kementerian dan lembaga lintas sektor yang memiliki kewenangan dalam pengelolaan lahan, tata ruang, serta pengawasan kebijakan pembangunan.

Rakor ini menjadi wadah koordinasi penting untuk mengkaji secara menyeluruh dampak perubahan fungsi lahan pertanian menjadi nonpertanian, khususnya terhadap ketahanan dan kedaulatan pangan nasional.

“Perubahan fungsi lahan dalam skala besar dapat berpengaruh signifikan terhadap kemampuan daerah dalam mempertahankan produksi pangan dan kestabilan pasokan,” tegas Rizal, perwakilan dari Kemenko Bidang Pangan, dalam sesi pembukaan rapat.

Sejumlah pejabat hadir dari berbagai instansi terkait, antara lain:

  • Kementerian Pertanian (Ditjen Lahan dan Irigasi Pertanian)
  • Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN
  • Kementerian PUPR (Ditjen Sumber Daya Air)
  • Badan Informasi Geospasial (BIG)
  • Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
  • Kelompok Kerja Penataan Ruang Kabupaten Ngawi

Pembahasan dalam Rakor ini tak hanya terbatas pada isu alih fungsi lahan, tetapi juga mencakup rencana revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan strategi optimalisasi lahan tahun 2025 di Provinsi Jawa Timur.

Pemerintah menekankan pentingnya sinergi antarinstansi dalam menyusun kebijakan tata ruang yang tidak hanya adaptif terhadap perkembangan pembangunan, tetapi juga berorientasi pada perlindungan lahan pertanian produktif.

“Melalui koordinasi lintas sektor ini, kita ingin memastikan bahwa setiap keputusan pembangunan tetap mengedepankan prinsip keberlanjutan dan ketahanan pangan nasional,” lanjut Rizal.

Langkah evaluatif ini diharapkan mampu mencegah dampak negatif jangka panjang dari konversi lahan, serta menjadi rujukan dalam perumusan kebijakan yang berpihak pada kepentingan rakyat dan kemandirian pangan daerah.