Bahan pembenah tanah dikenal juga sebagai soil conditioner. Di kalangan ahli tanah diartikan sebagai bahan-bahan sintetis atau alami, organik atau mineral, berbentuk padat maupun cair yang mampu memperbaiki struktur tanah, dapat merubah kapasitas tanah menahan dan melalukan air, serta dapat memperbaiki kemampuan tanah dalam memegang hara, sehingga air dan hara tidak mudah hilang, namun tanaman masih mampu memanfaatkan air dan hara tersebut.
Konsep utama dari penggunaan pembenah tanah adalah:
- Memantapan agregat tanah untuk mencegah erosi dan pencemaran,
- Merubah sifat hidrophobik dan hidrofilik, sehingga dapat merubah kapasitas tanah menahan air,dan
- Meningkatkan kemampuan tanah dalam memegang hara dengan cara meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) (Arsyad 2000).
Klasifikasi Pembenah Tanah
Secara garis besar, bahan pembenah tanah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu alami dan sintetis (buatan). Berdasarkan senyawa pembentuknya dapat dibedakan dalam tiga kategori yakni;
- pembenah tanah organik,
- pembenah tanah hayati, dan
- pembenah tanah anorganik (mineral)
Pembenah tanah alami adalah pembenah tanah yang dibuat dengan menggunakan bahan-bahan yang berasal dari alam, baik bersifat organik, hayati, maupun anorganik. Struktur senyawa bahan dasarnya belum mengalami perubahan. Sedangkan pembenah tanah sintetis adalah pembenah tanah yang dibuat oleh pabrik, baik dari bahan dasar alami yang bersifat organik maupun anorganik, tetapi sudah mengalami perubahan baik secara fisik maupun struktur senyawanya, sehingga sulit dibedakan dengan bahan aslinya.
Pembenah Tanah Organik Alami
Pembenah tanah organik yang digolongkan sebagai pembenah tanah organik alami diantaranya adalah
- Pupuk kandang
- Biomassa tanaman seperti pangkasan legum (Flemingia, lamtoro, kaliandra),
- Sisa panen (jerami, brangkasan jagung)
- Pemberian Biochar atau arang
- Aplikasi Micro organime yang menguntungkan
- Aplikasi Agen Hayati (Gliocladium sp, Trichoderma sp, Beauveria Basssiana, Metarhizium Sp, dan lainya.
Pada umumnya pembenah tanah organik alami seperti pupuk kandang dan biomassa tanaman sudah banyak digunakan oleh petani, namun seringkali dibutuhkan jumlah yang sangat banyak dalam aplikasinya. Efektivitas pupuk kandang dan biomassa tanaman dalam memperbaiki sifat tanah cukup tinggi bila diberikan dengan dosis yang tinggi, misalnya sekitar 15-20 t ha untuk pukan dan 20-25 t ha.
Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pembenah tanah organik alami mampu memperbaiki sifat kimia dan fisik tanah. Pemberian biomassa tanaman mampu mempertahankan kadar bahan organik tanah dan KTK tanah, serta meningkatkan pH dan P, sedangkan pemberian jerami padi mampu meningkatkan kadar N tanah, penambahan tanaman kacang-kacangan dan alang-alang mampu meningkatkan Ca, Mg, K dan Na serta menurunkan Al dan Fe.
1. Biochar Sebagai Pembenah tanah
Biochar atau arang merupakan pembenah tanah alami berbahan baku hasil pembakaran tidak sempurna (pirolisis) dari residu atau limbah pertanian yang sulit didekomposisi, seperti kayu-kayuan, kakao, dan lain-lain. Pembakaran tidak sempurna dilakukan dengan menggunakan alat pembakaran atau pirolisator suhu sekitar 250 0 – 350 0 C, selama 2-3,5 jam, sehingga diperoleh arang yang mengandung karbon tinggi dan dapat diaplikasikan sebagai pembenah tanah
Pemilihan bahan baku pembenah tanah dari bahan yang sulit didekomposisi agar bisa bertahan lama di dalam tanah. Di Indonesia potensi penggunaan biochar cukup besar, mengingat bahan baku seperti residu kayu, tempurung kelapa, dan sekam padi cukup tersedia, pada setiap proses penggilingan gabah akan menghasilkan 16,3 – 28% sekam. Sumber bahan baku biochar terbaik adalah limbah organik khususnya limbah pertanian
Pembuatan biochar melalui pembuatan tidak sempurna (pirolisis):
Pembuatan arang / biochar dapat dilakukan dengan menggunakan dua model pirolisator sederhana yaitu:
- berbentuk vertikal, terbuat dari drum yang diberi lubang – lubang untuk mengatur panas dan pembakaran, dilengkapi dengan pengontrol suhu (termometer) dan tekanan udara. Alat ini lebih mudah dan mudah dibuat namun dengan kapasitas yang sangat terbatas, dan
- berbentuk horizontal, alat ini lebih mudah digunakan, kapasitas lebih besar, namun untuk pembuatannya membutuhkan biaya lebih besar.
Proses pembuatan biochar / arang dimulai dengan memasukkan limbah pertanian (sekam padi, kulit buah kakao dll) ke dalam pirolisator yang terlebih dahulu dipasang rongga-rongga yang dimasukkan kayu bakar atau bahan lainnya, lalu dibakar untuk membara.
Rongga-rongga yang dibuat agar proses konstruksi dapat diselesaikan. Suhu dikontrol melalui termometer yang dipasang dibagian ujung dan tengah alat. Kapan suhu telah mencapai lebih dari 200 0C, pirolisator ditutup. Jika secepatnya mulai keluar dari cerobong, artinya perlu sudah berjalan dengan baik. Setelah 2-3,5 jam dan sudah tidak perlu lagi mengeluarkan segera, arang dikeluarkan dan langsung disemprot agar udara tidak menjadi abu atau tidak dilakukan pembakaran sempurna. Selanjutnya arang dijemur, digiling, dan siap untuk diaplikasikan ke lahan pertanian.
Manfaat penggunaan biochar di lahan kering antara lain:
- Meningkatkan pH tanah dan KTK tanah
- Meningkatkan kemampuan tanah merentensi udara dan hara
- Meningkatkan kandungan C-total tanah (karbonsink)
Dibandingkan dengan bahan pembenah tanah yang lain, biochar memiliki keunggulan-keunggulan antara lain:
- Dapat mengurangi laju emisi CO 2
- Bentuknya yang stabil (sulit didekomposisi) di dalam tanah, biochar mampu bertahan di dalam tanah untuk waktu yang lama (> 400 tahun) dan bekerja sebagai konservasi karbon.
- Dapat membentuk habitat yang baik untuk mikroorganisme.
Cara Penggunaan biochar:
- Penggunaan di lapangan: dapat diberikan dengan cara disebar secara lengkap atau pada larikan (jalur tanaman). Bila diberikan dengan cara disebar, maka biochar dibenamkan bersamaan dengan persiapan tanah terakhir. Bila diberikan pada larikan / jalur tanaman, biochar ditutup dengan tanah sebelum dilakukan penanaman.
- Dosis penggunaan per musim pada tanah:
- Terdegradasi ringan (bahan organik tanah 2- 2,5%): 1 ton / ha
- Terdegradasi sedang (bahan organik tanah 1,5-2%): 1,5-2,5 ton / ha
- Terdegradasi berat (bahan organik tanah <1%): 2,5 ton / ha
Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian Balai Penelitian Tanah (Kelompok Peneliti Fisika dan Konservasi Tanah)
(Sumber Balai Penelitian Tanah. BALIBANGTAN- Kementrian Tanah, dan referensi lain)