Perkembangan sektor pertanian tidak dapat terlepas dari teknologi mekanisasi pertanian. Peran mekanisasi dalam sektor pertanian tidak dapat diabaikan begitu saja, selain dapat mengurangi kehilangan hasil akibat susut panen (losses), mekanisasi juga mampu meningkatkan mutu gabah dan beras yang dihasilkan. Mesin pertanian merupakan kebutuhan utama pada sektor pertanian sebagai akibat dari langkanya tenaga kerja. Kehadiran peralatan mekanis tersebut bukan saja mencerminkan bagian dari modernisasi pertanian, melainkan juga mencerminkan terjadinya transformasi pertanian ke arah industrialisasi pertanian.

Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan (PPHTP), Direktorat Jenderal Tanaman Pangan telah memfasilitasi penyediaan sarana pascapanen untuk komoditas padi sejak Tahun 2011. Nilai kontribusi sarana pascapanen untuk komoditas tersebut terhadap kehilangan hasil sangat diperlukan. Pemanenan dapat dibagi menjadi dua macam cara, yaitu cara tradisional dan cara modern yaitu menggunakan alat/mesin pertanian. Pemanenan secara tradisional dilakukan dengan menggunakan sabit atau ani-ani, sedangkan pemanenan modern dapat menggunakan alat salah satunya Combine Harvester Besar. Survei susut hasil pada proses panen secara manual dan mekanisasi merupakan salah satu metode yang dapat memberikan informasi tingkat kontribusi dari bantuan pemerintah khususnya pada alsintan panen.

Panen secara mekanis dilakukan dengan pemanfaatan alsintan panen Combine Harvester Besar. Susut hasil dari mesin panen diukur pada dua bagian yaitu losses pada bagian pemotongan dan losses pada bagian perontokan. Susut total dari proses pascapanen yang menggunakan CHB merupakan penjumlahan dari bobot yang tidak terpanen per satuan luas, bobot gabah yang rontok karena pemanenan per satuan luas, bobot gabah yang terikut jerami atau gabah hampa pada saat perontokan per satuan luas, dan bobot gabah yang tidak terontok pada saat perontokan.

Langkah-langkah pelaksanaan pengukuran susut hasil panen secara mekanis menggunakan Combine Harvester Besar yaitu :

  1. Siapkan lahan minimal 3 petak berdampingan dengan panjang lintasan 40 m dan lebar sesuai ukuran harvester. Lahan tidak terlalu becek untuk memudahkan peletakan 9 papan.
  2. Letakkan 9 papan dengan ukuran 40 cm x 14 cm di bawah harvester. Lakukan pemanenan dengan menjalankan harvester pada lintasan yang telah ditentukan.
  3. Kumpulkan malai yang tidak terpanen, rontokkan secara manual gabah pada malai, dan timbang bobot gabah dari malai tersebut. Hitung susut hasil gabah tidak terpanen (W1).
  4. Kumpulkan dan timbang padi yang tercecer pada papan 9 (W2).
  5. Tampung dan timbang semua keluaran jerami pada pintu keluaran jerami sejauh lintasan 5 m, pisahkan dan timbang butiran padi yang masih melekat pada malai butir padi yang terikut (W3).
  6. Tampung dan timbang semua kotoran pada pintu keluaran kotoran (jika ada/tergantung jenis harvester). Timbang biji padi yang masih terikut di kotoran (W4).
  7. Timbang gabah yang tertampung dalam karung (y).
  8. Penghitungan persentase susut total dapat menggunakan rumus berikut

Keterangan :

WL = persentase susut total (%)

W1 = bobot gabah yang rontok karena pemanenan per satuan luas (kg/ha)

W2 = bobor gabah yang tidak terpanen per satuan luas (kg/ha)

W3 = bobot gabah yang terikut jerami atau gabah hampa pada saat perontokan per satuan luas (kg/ha)

W4 = bobot gabah yang terikut pada kotoran (kg/ha)

y = bobot gabah hasil panen dari nisbah (kg/ha)

Sumber :

Fitriati, Deasy dkk. 2022. Pedoman Pengukuran Susut Hasil Panen Manual dan Mekanis Tahun 2022. Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan : Direktoran Jenderal Tanaman Pangan.

Pondan, V I W T dkk. 2016. Kajian Kehilangan Hasil Pada Pemanenan Padi Sawah Menggunakan Mesin Mini Combine Harvester Maxxi-M (Studi Kasus di Desa Torout Kecamatan Tompaso Baru Kabupaten Minahasa Selatan). Universitas Sam Ratulangi

Pangaribuan, Sulha dkk. 2017. Uji Coba Mesin Panen Padi (Combine Harvester) di Lahan Pasang Surut. Politeknik Negeri Lampung. Hal : 103-109